sponsored

Postingan Terbaru

Tekad Irnal: "JELAJAH DUNIA DENGAN KARYA"



Doc: foto pribadi


Sibernews, Bandung - Menjadi seorang seniman sudah tekadnya sejak SMA. Pria berdarah Minang ini, akhirnya memilih jalur seni rupa sebagai tambatan hidup untuk berekspresi tanpa memikirkan dari segi bisnis dan pekerjaan setelah lulus nanti. 

Proa kelahiran 29 Maret 1993 ini semasa di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA) negeri 5 Bukittinggi lebih memilih menulis. Banyak hasil tulisannya tersimpan seperti diari, jurnal, puisi cerpen bahkan karya tulis novel fiksi yang tersendat semenjak hanya gara-gara masuk jurusan seni rupa. Namun ada karya yang sudah rampung berjudul puisi Syair Sang Perupa 2015 dan Masakan Khas Kapau 2015.  

Dari seorang ibunya yang bernama Yendra berstatus PNS, dan ayahnya Zainal seorang ustad adalah orang tua yang jauh dari dunia seni. Lulus SMA Irnal masuk Jurusan Seni Rupa Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung. Irnal menyadari bahwa jurusan yang digelutinya bukanlah harapan orang tuanya, hingga hasil lukisannya hanya tersimpan di gudang. “Yang saya pajang hanya lukisan realis, itupun hasil tugas kuliah saja,” kenang pria yang tergabung dalam komunitas cangklong Bandung. Lanjutnya, “Mungkin saya akan berhenti berkarya jika orang tua saya menerima saya di dunia yang saya geluti. Sempat orang tua berpikiran apa yang bisa dihasilkan dari lukisan, hasil karya mungkin ada. Pertanyaannya, Apakah lukisan hasil karya saya itu bernilai tinggi di Indonesia? Dari situ saya ingin membuktikan kepada orang tua dan teman-teman bahwa saya bisa hidup di karya (Seni), saya bisa menjelajahi dunia dan banyak teman. Tentu rezeki akan datang dengan sendirinya.” 

Seiring berjalannya waktu, dari sekelumit kegundahannya terhadap orang tua dan teman-temennya yang menganggap enteng Irnal hingga menjadi olok-olok temennya sebagai sebutan seniman luar negeri.  Hal itu tidak patah arang, Irnal semakin semangat dan ingin membuktikannya bahwa karyanya harus ke luar negeri dan menghasilkan.

Berkarya Terus
Dari kerja kerasnya, karyanya pertamanya mulai dilirik dari Rusia. Namun karya tersebut di sobek oleh pembelinya dengan alasan, media yang Irnal pakai hanya selembar kertas. Sontak Irnal kaget, apa yang terjadio dengan karyanya? 

Si pembeli bilang, 'saya ini orang kaya, jadi kamu itu harus mengemas lukisan kamu bukan seperti ini, karena bagi saya lukisan itu tak ternilai harganya. Harus di frame,” kenangnya.

Dari situlah Irnal mulai belajar dan menyadari bahwa hasil karyanya jangan dianggap remeh. Harus dikemas dengan baik, mulai dari medianya, dan frame yang menjaga keutuhan karyanya. Sadar akan hal itu, Irnal memulai memposisikan diri sebagai seniman rupa yang harus diperhitungkan. Hingga sekarang sudah tercatat hampir 35 hasil karya seni Irnal yang dibeli oleh kolektor luar negeri.

Lulus tahun 2016 dari UPI, Irnal merasa bingung apakah akan menjadi guru atau seniman? Namun tekad besarnya ingin menjadi seniman yang bisa menghasilkan karya untuk diapresiasi secara luas sangatlah besar.  Sempat bekerja di beberapa tempat produksi kaos tapi selalu apa yang Irnal sampaikan bertentangan dengan keinginan si pemilik usaha, karena Irnal selalu merasa gatal dengan hasil produksi baju yang selalu desainnya monoton tanpa inovatif gambar dan apa yang Irnal sampaikan selalu tidak di terima. Akhirnya Irnal pun memutuskan untuk membuka usaha sendiri dengan menuangkan lukisan ke media kaos,  “Jadi yang saya tawarin itu lukisannya dulu, baru ke kaosnya. Dan hasilnya pun cukup keren kalau menurut Saya,” ucap pria berambut panjang ini dengan percaya dirinya. Dari produksinya sendiri akhirnya Irnal membuktikan bahwa karyanya bisa di bandrol hingga sampai US $40. 

Sebagai seniman lukis muda tentu tidak apdol kalau karyanya tidak diapresiasi secara terbuka. Berbagai pameran pernah diikutinya. “Setelah pameran 2016 saya berhenti berpameran dari galeri ke galeri, Bahkan masih ada karya saya tersimpan di Galeri Kita, tidak bisa di ambil,” Ungkap pengagum Diyanto ini. Pernah juga Irnal diundang pameran pada 2015 di Amerika, “Mereka memberi transportasi, cuma harus modal pertama dulu. Saya coba membuat proposal ke Galeri Nasional cuma diberi Rp. 200.000,” ungkapnya.

Baik pameran tunggal maupun bersama telah dilaluinya. Dan dalam waktu dekat hingga berita ini diturunkan, Irnal sedang mempersiapkan pameran tunggalnya di di sebuah cafe SONOWAE yang ada di Setiabudi Bandung. Namanya sempat melambung di rekor Muri saat melukis 500 orang pada 2017.

Kuliah S2
Sebenarnya keinginan Irnal setelah lulus SMA ingin melanjutkan ke Universitas Indonesia. Saat itu dia belum tahu UI dimana, “Saya searching di google dan menulis Seni Rupa UI, ternyata dibenerin sama google jadi Seni Rupa UPI.” Tanpa disadari dia beranggapan kalau UI itu adalah UPI. Akhirnya mendaftar dan baru tahu kalau UPI ada di Bandung. “Lolos di UPI. Lalu saya searching UPI itu dimana, ternyata di Bandung. Haaa.”

Lulus dari UPI, Irnal melanjutkan pendidikannya di ITB dengan jurusan yang sama, namun hanya mampu bertahan satu semester. “Belajar dari dosen dengan latarbelakang jurusan yang beda itu sudah ngaco menurut saya. Makanya saya berhenti belajar. Toh saya merasa cukup apalagi yang saya kejar. Tinggal mengembangkan saja apa yang saya dapat (selama di UPI).” Dari kebingungan itulah Irnal memutar kepala dan mencari tahu apa yang salah dengan karya seni di Indonesia. “Kenapa saya harus berkarya begini-begitu yang sesuai menurut kurikulum seni rupa. Dari situ saya sudah mulai merasa bingung dengan kurikulum seni rupa di Indonesia yang dianggap rancu dan kolot yang selalu berpandang pada Eropa.”

Karya lukis Irnal mengusung gaya expresionis terlihat dari goresannya yang ekpresif dan kuat. Dari gaya lukisnya tersebut sudah banyak media yang dia tuangkan. Mulai dari kaos, tembok, mug, karung goni, cangklong, helm, mobil, sudah dilakukannya. Karyanya selalu terinspirasi oleh imaji dan filosopi anak-anak yang jujur dan apa adanya. Karena karya pertama yang dibeli oleh dosen Rusia terinspirasi dari anak-anak. Saat ini, harga lukis Irnal minimal 3jt untuk ukuran kertas A3.


Foto : Dok Pribadi
Hobi

Berkesnian dalam kehidupan sehari-hari, ternyata Irnal hobi mengoleksi cangklong. Padahal awalnya Irnal tidak tahu ada komunitas pipa di Indonesia termasuk Bandung tempat Irnal tinggal. “Waktu itu saya lebih banyak tinggal di kost, jadi tidak tahu ada komunitas cangklong di Bandung” ujar pria bergelar S.pd ini. Lanjutnya,   “Saya suka cangklong hanya dari segi visual saja. Bukan pelaku. Pertama mulanya sebelum saya bergabung di komunitas cangklong (pipe) di Bandung, saya mengkritisi cangklong dari luar negeri di sosial media. Untungnya dia menerima masukan saya padahal saya sendiri bukan pemakai cangklong.” ungkap penyuka tokoh M Hatta dan Emha Ainun Nadjib ini.

Uniknya, karya lukisnya yang selama ini dia pajang di sosial media mendapat respon positif dan berbuah hasil. “ Saya mendapat jaket sampai cangklong yang harganya mahal berawal dari barter dengan karya saya.” Banyak karya Irnal yang telah dilirik di beberapa negara mulai Belanda, Cekoslowakia, German, Albania, Latvia, dll.

Pada tahun 2015 pernah dibuat Stand untuk Irnal di Chicago Pipe Show sebagai desain dan konsultan pipe. “Mereka mengundang saya H-1. Disangkanya saya orang eropa.” Pesertanya datang dari seluruh dunia. “Kebanyakan dari Pilot dan Angkatan Darat. Bahkan saya diberi kehormatan oleh komunitas Jenggot Pipe n Bear, dan banyak lagi komunitas cangklong di sana yang tergabung.”

Semenjak itu saya bergabung dengan komunitas Padud di Bandung. Sampai saat ini Irnal memiliki 25 jenis cangklong produk luar negeri. Semua hasil cangklong didapatkan dari barter lukisannya. “Kalau saya beli cangklong dari pengrajin luar negeri bisa sampi seharga mobil,” ungkap pria yang berkeinginan membuka sanggar atau sekolah anak-anak seni rupa gratis.

Saat ini Irnal sedang mencoba meneliti pola terapi melalui karya seni lukis ekpresionis yang bekerjasama dengan dokter-dokter.